watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

MBAK SUS YANG BOHAI
<

Cerita seks gangbang jarang di ceritakan, kali ini
saya akan menceritakan cerita dewasa gangbang
yang banyak orang bilang cerita seks 3 in 1, atau
3 lawan satu, cowok 3 cewek satu, walau
kedengarannya aneh, tapi begitulah sensasi,
sensasi seks emang berbeda-beda. berikut cerita
lengkapnya dari awal sehingga terjadi cerita seks
gangbang itu…
Seperti sebagian besar teman senasib, saat
menjadi mahasiswa saya menjadi anak kos
dengan segala suka dan dukanya. Mengenang
masa-masa sekitar lima belas tahun lalu itu saya
sering tertawa geli. Misalnya, karena jatah
kiriman dari kampung terlambat, padahal perut
keroncongan tak bisa diajak kompromi, saya
terpaksa mencuri nasi lengkap dengan lauknya
milik keluarga tempat saya kos. Masih banyak
lagi kisah-kisah konyol yang saya alami. Namun
sebenarnya ada satu kisah yang saya simpan
rapat-rapat, karena bagi saya merupakan rahasia
pribadi. Kisah rahasia yang sangat
menyenangkan.
Keluarga tempat kos saya memiliki anak tunggal
perempuan yang sudah menikah dan tinggal di
rumah orang tuanya. Mbak Sus, demikian kami
anak-anak kos memanggil, berumur sekitar 35
tahun. Tidak begitu cantik tetapi memiliki tubuh
bagus dan bersih. Menurut ibu kos, anaknya itu
pernah melahirkan tetapi kemudian bayinya
meninggal dunia. Jadi tak mengherankan kalau
bentuk badannya masih menggiurkan. Kami
berlima anak-anak kos yang tinggal di rumah
bagian samping sering iseng-iseng
memperbincangkan Mbak Sus. Perempuan yang
kalau di rumah tak pernah memakai bra itu
menjadi sasaran ngobrol miring.
“Kamu tahu nggak, kenapa Mbak Sus sampai
sekarang nggak hamil-hamil?” tanya Robin yang
kuliah di teknik sipil suatu saat.
“Aku tahu. Suaminya letoi. Nggak bisa ngacung”
jawab Krus, anak teknik mesin dengan tangkas.
“Apanya yang nggak bisa ngacung?” tanya saya
pura-pura tidak tahu.
“Bego! Ya penisnya dong”, kata Krus.
“Kok tahu kalau dia susah ngacung?” saya
mengejar lagi.
“Lihat saja. Gayanya klemar-klemer kaya
perempuan. Tahu nggak? Mbak Sus sering
membentak-bentak suaminya?” tutur Krus.
“Kalian saja yang nggak tanggap. Dia sebenarnya
kan mengundang salah satu, dua, atau tiga di
antara kita, mungkin malah semua, untuk
membantu”, kata Robin.
“Membantu? Apa maksudmu?” tanyaku tak
paham ucapannya.
Robin tertawa sebelum berkata, “Ya membantu
dia agar segera hamil. Dia mengundang secara
tidak langsung. Lihat saja, dia sering
memamerkan payudaranya kepada kita dengan
mengenakan kaus ketat. Kemudian setiap usai
mandi dengan hanya melilitkan handuk di
badannya lalu-lalang di depan kita”
“Ah kamu saja yang GR. Mungkin Mbak Sus
nggak bermaksud begitu”, sergah Heri yang
sejak tadi diam.
“Nggak percaya ya? Ayo siapa yang berani
masuk kamarnya saat suaminya dinas malam,
aku jamin dia tak akan menolak. Pasti”
Diam-diam ucapan Robin itu mengganggu
pikiranku. Benarkah apa yang dia katakan tentang
Mbak Sus? Benarkah perempuan itu sengaja
mengundang birahi kami agar ada yang masuk
perangkapnya?
Selama setahun kos diam-diam aku memang
suka menikmati pemandangan yang tanpa
tersadari sering membuat penisku tegak berdiri.
Terutama payudaranya yang seperti sengaja
dipamerkan dengan lebih banyak berkaus
sehingga putingnya yang kehitam-hitaman
tampak menonjol. Selain payudaranya yang
kuperkirakan berukuran 36, pinggulnya yang
besar sering membuatku terangsang. Ah betapa
menyenangkan dan menggairahkan kalau saja
aku bisa memasukkan penisku ke
selangkangannya sambil meremas-remas
payudaranya.
Setelah perbincangan iseng itu aku menjadi lebih
memperhatikan gerak-gerik Mbak Sus. Bahkan
aku kini sengaja lebih sering mengobrol dengan
dia. Kulihat perempuan itu tenang-tenang saja
meski mengetahui aku sering mencuri pandang
ke arah dadanya sambil menelan air liur.
Suatu waktu ketika berjalan berpapasan
tanganku tanpa sengaja menyentuh pinggulnya.
“Wah.. maaf, Mbak. Nggak sengaja..” kataku
sambil tersipu malu.
“Sengaja juga nggak apa-apa kok dik”, jawabnya
sambil mengerlingkan matanya.
Dari situ aku mulai menyimpulkan apa yang
dikatakan Robin mendekati kebenaran. Mbak Sus
memang berusaha memancing, mungkin tak
puas dengan kehidupan seksualnya bersama
suaminya.
Makin lama aku bertambah berani. Beberapa kali
aku sengaja menyenggol pinggulnya. Eh dia
cuma tersenyum-senyum. Aksi nakal pun
kutingkatkan. Bukan menyenggol lagi tetapi
meremas. Sialan, reaksinya sama saja. Tak salah
kalau aku mulai berangan-angan suatu saat ingin
menyetubuhi dia. Peluang itu sebenarnya cukup
banyak. Seminggu tiga kali suaminya dinas
malam. Dia sendiri telah memberikan tanda-
tanda welcome. Cuma aku masih takut. Siapa
tahu dia punya kelainan, yakni suka
memamerkan perangkat tubuhnya yang indah
tanpa ada niat lain. Namun birahiku rasanya tak
tertahankan lagi. Setiap malam yang ada dalam
bayanganku adalah menyusup diam-diam ke
kamarnya, menciumi dan menjilati seluruh
tubuhnya, meremas payudara dan pinggulnya,
kemudian melesakkan penis ke vaginanya.
Suatu hari ketika rumah sepi. Empat temanku
masuk kuliah atau punya kegiatan keluar, bapak
dan ibu kosku menghadiri pesta pernikahan
kerabatnya di luar kota, sedangkan suami Mbak
Sus ke kantor. Aku mengobrol dengan dia di
ruang tamu sambil menonton televisi. Semula
perbincangan hanya soal-soal umum dan biasa.
Entah mendapat dorongan dari mana kemudian
aku mulai ngomong agak menyerempet-
nyerempet.
“Saya sebenarnya sangat mengagumi Mbak Sus
lo”, kataku.
“Kamu ini ada-ada saja. Memangnya aku ini
bintang sinetron atau model.”
“Sungguh kok. Tahu nggak apa yang kukagumi
pada Mbak?”
“Coba apa..”
“Itu..”
“Mana?”
Tanpa ragu-ragu lagi aku menyentuhkan
telunjukku ke payudaranya yang seperti biasa
hanya dibungkus kaus.
“Ah.. kamu ini.”
Reaksinya makin membuatku berani. Aku
mendekat. Mencium pipinya dari belakang kursi
tempat duduknya. Mbak Sus diam. Lalu ganti
kucium lehernya yang putih. Dia menggelinjang
kegelian, tetapi tak berusaha menolak. Wah,
kesempatan nih. Kini sambil menciumi lehernya
tanganku bergerilya di bagian dadanya. Dia
berusaha menepis tanganku yang ngawur, tetapi
aku tak mau kalah. Remasanku terus
kulanjutkan.
“Dik.. malu ah dilihat orang”, katanya pelan.
Tepisannya melemah.
“Kalau begitu kita ke kamar?”
“Kamu ini nakal”, ujarnya tanpa berusaha lagi
menghentikan serbuan tangan dan bibirku.
“Mbak..”
“Hmm..”
“Bolehkah mm.., bolehkah kalau saya..”
“Apa hh..”
“Bolehkah saya memegang susu Mbak yang
gede itu?”
“Hmm..” Dia mendesah ketika kujilat telinganya.
Tanpa menunggu jawabannya tanganku segera
menelusup ke balik kausnya. Merasakan betapa
empuknya daging yang membukit itu. Kuremas
dua payudaranya dari belakang dengan kedua
tanganku. Desahannya makin kuat. Lalu
kepalanya disandarkan ke dadaku. Aduh mak,
berarti dia oke. Tanganku makin bersemangat.
Kini kedua putingnya ganti kupermainkan.
“Dik, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya
dengan suara agak bergetar, mungkin menahan
birahinya yang juga mulai naik.
Tanpa disuruh dua kali secepat kilat aku segera
menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman
dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Mbak
Sus. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok
bawahnya dan merenggangkan kedua kakinya.
Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya
tampak menggunduk dibungkus celana dalam
warna krem. Sambil menciumi pahanya
tanganku menelusup di pangkal pahanya,
meremas-remas vagina dan klitorisnya yang
juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Mbak
Sus menggelinjang kegelian sambil mendesah
halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal
pahanya.
“Mau apa kau sshh.. sshh”, tanyanya lirih sambil
memegangi kapalaku erat-erat.
“Mbak belum pernah dioral ya?”
“Apa itu?”
“Vagina Mbak akan kujilati.”
“Lo itu kan tempat kotor..”
“Siapa bilang?”
“Ooo.. oh.. oh ..”, desis Mbak Sus keenakan
ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan
vaginanya. Tampak dia keenakan meski masih
dibatasi celana dalam.
Serangan pun kutingkatkan. Celananya
kepelorotkan. Sekarang perangkat rahasia
miliknya berada di depan mataku. Kemerahan
dengan klitoris yang besar sesuai dengan
dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut tak
begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir
vaginanya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam
dengan gerakan-gerakan melingkar yang
membuat Mbak Sus kian keenakan, sampai
harus mengangkat-angkat pinggulnya.
“Aahh.. Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh..”
“mm film biru dan bacaan porno kan banyak
mm..” jawabku.
Tiba-tiba, tok.. tok.. tok. Pintu depan ada yang
mengetuk. Wah berabe nih. Aksi liarku pun
terhenti mendadak.
“Sst ada tamu Mbak”, bisikku.
“Cepat kau sembunyi ke dalam”, kata Mbak Sus
sambil membenahi pakaiannya yang agak
berantakan.
Aku segera masuk ke dalam kamar Mbak Sus.
Untung kaca jendela depan yang lebar-lebar
rayban semua, sehingga dari luar tak melihat ke
dalam. Sampai di kamar berbau harum itu aku
duduk di tepi ranjang. Penisku tegak mendesak
celana pendekku yang kukenakan. Sialan, baru
asyik ada yang mengganggu. Kudengar suara
pintu dibuka. Mbak Sus bicara beberapa patah
kata dengan seorang tamu bersuara laki-laki.
Tidak sampai dua menit Mbak Sus menyusul
masuk kamar setelah menutup pintu depan.
“Siapa Mbak?”
“Tukang koran menagih rekening.”
“Wah mengganggu saja itu orang. Baru nikmat-
nikmat..”
“Sudahlah”, katanya sambil mendekati aku.
Tanpa sungkan-sungkan Mbak Sus mencium
bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku
yang menonjol akibat penisku yang ereksi
maksimal, meremas-remasnya beberapa saat.
Betapa lembut ciumannya, meski masih polos.
Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di
rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia
seperti hendak tersedak. Semula Mbak Sus
seperti akan memberontak dan melepaskan diri,
tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di
mulutnya.
Lama-lama dia akhirnya dia bisa menikmati dan
mulai menirukan gaya permainan ciuman yang
secara tak sadar baru saja kuajarkan.
“Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa?
Pacarmu?” tanyanya di antara kecipak ciuman
yang membara dan mulai liar.
Aku tak menjawab. Tanganku mulai
mempermainkan kedua payudaranya yang
tampak menggairahkan itu. Biar tak merepotkan,
kausnya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak
puas, segera kupelorotkan rok bawahnya. Nah
kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya.
Padat, kencang, dan putih mulus.
“Nggak adil. Kamu juga harus telanjang.” Mbak
Sus pun melucuti kaus, celana pendek, dan
terakhir celana dalamku. Penisku yang tegak
penuh segera diremas-remasnya. Tanpa
dikomando kami rebah ke ranjang, berguling-
guling, saling menindih.
“Mbak mau saya oral lagi?” tanyaku.
Mbak Sus hanya tersenyum. Aku menunduk ke
selangkangannya mencari-cari pangkal
kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut
dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar.
Mbak Sus mulai mengeluarkan jeritan-jeritan
tertahan menahan nikmat. Kelihatan dia
menemukan pengalaman baru yang membius
gairahnya. Hampir lima menit kami menikmati
permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik.
Menyorongkan penisku ke mulutnya.
“Gantian dong, Mbak”
“Apa muat segede itu..”
Tanpa menunggu jawabannya segera
kumasukkan penisku ke mulutnya yang mungil.
Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa
menyesuaikan diri sehingga tak lama penisku
masuk rongga mulutnya. Melihat Mbak Sus agak
tersiksa oleh gaya permainan baru itu, aku pun
segera mencabut penisku. Pikirku, nanti lama-
lama pasti bisa.
“Sorry ya Mbak”
“Ah kau ini mainnya aneh-aneh.”
“Justru di situ nikmatnya, Mbak. Selama ini Mbak
sama suami main seksnya gimana?” tanyaku
sambil menciumi payudaranya.
“Ah malu. Kami main konvensional saja kok.”
“Langsung tusuk begitu maksudnya..”
“Nakal kau ini”, katanya sambil tangannya
mengelus-elus penisku yang masih tetap tegak
berdiri.
“Suami Mbak mainnya lama nggak?”
“Ah..” dia tersipu-sipu. Mungkin malu untuk
mengungkapkan.
“Pasti Mbak tak pernah puas ya?”
Mbak Sus tak menjawab. Dia malah menciumi
bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun
ganti-berganti memainkan kedua payudaranya
yang kenyal atau selangkangannya yang mulai
berair. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin
disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia
menjadi penasaran sendiri.
Tetapi lama-lama aku tak tahan juga. Penisku
pun sudah ingin segera menggenjot vaginanya.
Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang
kaku dan keras itu ke arah selangkangannya.
Ketika mulai menembus vaginanya, kurasakan
tubuh Mbak Sus agak gemetar.
“Ohh..” desahnya ketika sedikit demi sedikit
batang penisku masuk vaginanya.
Setelah seluruh barangku masuk, aku segera
bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku
makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil,
lenguhan, dan kedua payudaranya yang ikut
bergoyang-goyang.
Tiga menit setelah kugenjot Mbak Sus
menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku.
Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan
orgasme. Genjotan penisku kutingkatkan.
“Ooo.. ahh.. hmm.. sshh..” desahnya dengan
tubuh menggelinjang menahan kenikmatan
puncak yang diperolehnya.
Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa
saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya
yang berkeringat.
“Enak Mbak?” tanyaku.
“Emmhh..”
“Puas Mbak?”
“Ahh..” desahnya.
“Sekarang Mbak berbalik. Menungging.”
Aku mengatur badannya dan Mbak Sus
menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan
kakinya.
“Gaya apa lagi ini?” tanyanya.
“Ini gaya anjing. Senggama lewat belakang. Pasti
Mbak belum pernah.”
Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan
menggoyang dari belakang. Mbak Sus kembali
menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan
tiada tara yang mungkin selama ini belum
pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia
orgasme sampai dua kali, kami istirahat.
“Capek?” tanyaku.
“Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk
tulang-tulangku.”
“Tapi kan nikmat Mbak”, jawabku sambil kembali
meremas payudaranya yang menggemaskan.
“Kita lanjutkan nanti malam saja ya.”
“Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku
pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah
nggak tahan lagi penisku. Sekarang Mbak yang di
atas”, kataku sambil mengatur posisinya.
Aku terletang dan dia menduduki pinggangku.
Tangannya kubimbing agar memegang penisku
masuk ke selangkangannya. Setelah masuk
tubuhnya kunaikturunkan seirama genjotanku
dari bawah. Mbak Sus tersentak-sentak
mengikuti irama goyanganku yang makin lama
kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-
goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi
ditingkah lenguhan dan jeritannya menjelang
sampai puncak. Ketika dia mencapai orgasme
aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke
gaya konvensional. Mbak Sus kurebahkan dan
aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks
aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan
genjotan penisku.
“Oh Mbak.. aku mau keluar nih ahh..”
Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam
vaginanya. Mbak Sus kemudian menyusul
mencapai klimaks. Kami berpelukan erat.
Kurasakan vaginanya begitu hangat menjepit
penisku. Lima menit lebih kami dalam posisi
relaksasi seperti itu.
“Vaginamu masik nikmat Mbak”, bisikku sambil
mencium bibir mungilnya.
“Penismu juga nikmat, Dik.”
“Nanti kita main dengan macam-macam gaya
lagi.”
“Ah Mbak memang kalah pintar dibanding
kamu.”
Kami berpelukan, berciuman, dan saling
meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan
kenikmatan beruntun yang baru saja kami
rasakan.
“Mbak kalau pengin bilang aja ya.”
“Kamu juga. Kalau ingin ya langsung masuk ke
kamar Mbak. Tetapi sst.. kalau pas aman lo.”
“Mbak mau nggak main ramai-ramai?”
“Maksudmu gimana?”
“Ya misalnya aku mengajak salah satu teman
dan kita main bertiga. Dua lawan satu. Soalnya
Mbak tak cukup kalau cuma dilayani satu
cowok.”
“Ah kamu ini ada-ada saja. Malu ah..”
“Tapi mau mencoba kan?”
Mbak Sus tidak menjawab. Dia malah kemudian
menciumi dan menggumuli aku habis-habisan.
Ya aku terangsang lagi jadinya. Ya penisku tegak
lagi. Ya akhirnya aku mesti menggenjot dan
menembaknya sampai dia orgasme beberapa
kali. Ah Mbak Sus, Mbak Sus.
Cerita dewasa mbak mbak lumayan untuk di
nikmati, karena wanita yang lebih tua biasanya
lebih jago dalam bercinta, baik dalam permainan
seks ataupun permainan cinta.


Adult | GO HOME | Exit
1/1473
U-ON

inc Powered by Xtgem.com